sumber:https://www.google.com/search?q=rumi+love+animation&tbm=isch&ved=2ahUKEwjKtdDK_LaBAxU8_zgGHQIvCqoQ2-cCegQIABAA&oq=rumi+love+animation&gs_lcp=CgNpbWcQAzoFCAAQgAQ6BggAEAcQHjoECAAQHjoGCAAQCBAeUPYCWMUPYNUQaABwAHgAgAFkiAHsBpIBBDEwLjGYAQCgAQGqAQtnd3Mtd2l6LWltZ8ABAQ&sclient=img&ei=B7wJZYqWCbz-4-EPgt6o0Ao&bih=603&biw=1280#imgrc=2CWUYHiHM4MGQM
Fear Of Missing
Out (Fomo), ketakutan hadir lebih dulu sebelum kamu bangun tidur.
Sebelum kamu melihat cahaya matahari, sekali lagi. Ya,ya, meskipun isitilah Fomo
ini sering dipersempit dengan situasi kausal, ketika kamu berlama-lama di
depan layar medsos, melihat kehidupan orang lain, merasa tertinggal dan
akhrinya limbung di atas kasur. Tapi boleh ya, istilah ini kumaknai dengan
ketakutan yang sebetulnya kejadiannya belum hadir dalam hari-harimu. Apalagi
masalah finansial, karir, dan kepastian kekayaan material. Gak peduli masa
depan, gak nyiapin karir, bingung pasti nanti mau jadi apa, hu!! Apalagi
menjelang lebaran idul fitri. Pertanyaan ini masuk siaga darurat level 3, siapin
headset dan mulai membaca catatan kecil ini.
Dengan alasan
tertentu, remaja menjelang dewasa, sering mengalami pola Quarter Life Crisis
(QLC) tentang ini ya. Bagi mereka yang setelah SMA bekerja, keluhannya gaji
yang minim, cuma sekedar mampu ngisi kantong buat beli Rokok Juara sebungkus,
plus bayar sewa tempat tinggal. Akhirnya, kepala serasa dikocok seperti
lato-lato. Pilih resign cari kerja lebih layak upah, atau tetap bertahan
dengan rasa syukur. Kalo resign tawarannya ga cukup, hanya sekedar
ijazah SMA, kalaupun bertahan rasanya lebih berat dari rasa kangen, ya iyalah,
orang kadang gaji sama jam kerja gak sebanding, waktunya habis buat kerja deh,
gada waktu buat ngangenin kamu. Cerita ini banyak aku denger, btw, dari
teman-temanku yang langsung kerja sehabis lulus. Belum lagi kalo mereka yang
udah nikah.
Bukan anak SMA
aja kok, pola QLC model ini juga terjadi di kalangan Mahasiswa. Mereka
yang kuliah. Bagi mereka, jenis kekhawatirnnya jauh lebih kompleks, eh mungkin
sih, pendapatku aja. Masalah ijazah yang gak linier sama dunia kerja, Masalah
UKT yang makin mahal. Kampus yang gak kompromi sama pendapatan orang tua.
Macem-macem syarat buat dapet upah layak. Tuntutan calon mertua yang udah nagih
anaknya dinikahin, kayak tukang kredit rumahan . Eh bener kan tapi lebih
kompleks, kayaknya si, karena Mahasiswa jauh lebih dapat akses pengetahuan
ketimbang mereka yang SMA. Ya meskipun gada jaminan, yang kuliah ilmunya lebih
tinggi dari yang SMA.
Resolusi kita
juga kadang macem-macem buat berantem sama isi kepala kita tentang ini.
Temen-temenku di SMA, biasanya bertaruh di Balai Latihan Kerja (BLK), buat
sedikit ningkatin upah layak. Atau mungkin nyisihin sebagian gaji buat buka
usaha kecil-kecilan dan lain sebagainya yang bisa masuk list catatan harian
kalian yang lagi baca. Resolusi anak Mahasiswa ini yang makin kompleks, sekali
lagi, ini pendapatku, eh mungkin ya karena pengetahuan Mahasiswa lebih banyak
akses dibanding temen-temen kita yang SMA. Nah, buat Mahasiswa karir, maksudnya
yang nyambi kerja sambil kuliah, ngerasa bahwa Kampus itu lintah darat, kita
diperes abis-abisan bayar UKT, jadi mending kerja buat jamin hari ini sekaligus
masa depan. Buat mahasiswa yang sering coba-coba belajar tentang ilmu
pengetahuan interdisipliner, pasti keluar kosa kata, Kapitalisme anjing!,
resolusinya ya, kita harus runtuhkan Kapitalisme. Revolusi!!!!! Atau paling
minim bikin rencana kolektif koperasi dengan basis serikat. Idenya macem-macem,
semoga bisa terwujud ya niat baik kalian semua.
Semuanya sah.
Resolusi yang kita yakini, jalanin aja dulu, kali aja nemu yang paling cocok.
Tapi tolong jangan punya cita-cita jadi kaya, hehe. Ini Indonesia. Negara
isinya oligarki semua anjeng, masa iya ketimpangan kekayaan komparasinya 1 :
99, udah gila. Revolusi bagiku simpen kantong dulu deh, abang-abangan Negara
ini serem-serem. Sejak Indonesia merdeka, sebagai State toh yang ngelola
tetap orang-orang itu aja. Feodal dan Militeristik. (Ulf Sundhaussen: Politik militer
Indonesia 1945-1967 :menuju dwi fungsi ABRI). Bapakisme kata orang-orang. Ya
bukan berarti mimpi revolusi itu gaboleh, tetep boleh, tetaplah memberontak
meskipun absurd, kata Albert Camus. Dan jangan lupa tulus sih. Okeh, ini
problem struktural negara ini bukan? Iyups, sepakat yah. Jadi kekayaan masalah
struktural. Tetapi kita mampu kok, serius kita mampu buat bikin struktur sosial
kita secara kreatif, melakukan desentralisasi kekuasaan dan ekonomi misalnya.
Atau merubah struktur negara ini secara langsung, mungkin juga menghancurkan
dan membangun ulang, hm.
Kita harus berbahagia.
Okeh, di luar sana, maksudnya di luar diri kita, banyak struktur usang yang
mengekang. Kadang struktur ini bukan cuma berkuasa, tapi juga kuno anjeng, sok
asik. Banyak omong kosong kesopanan tapi cuma cuap-cuap retoris aja. Mereka
kadang bikin kita ruwet dalam banyak hal. Eksploitasi alam sampe krisis iklim,
perubahan pendapatan petani dan nelayan, melelehnya Gletser Cartzens Jaya
Wijaya, sampe sistem Outsourcing yang makin gajelas di
perusahaan-perusahaan. Kalo kata Syifasativa di judul lagu Tangerang-Jakarta,
seolah-olah mereka bisa hidup tanpa adanya kita, heuheu. Oke, bisa ya kita
sudahi sedikit tentang mimpi menjadi kaya hehe. Masalahnya kompleks tau.
Kita bisa
selamat dari segala cobaan ini kok (sambil ada backsound sinetron film Azab
Indosiar). Yang perlu kita lakukan hanya perlu belajar tentang cinta. Kasih ibu
kepada beta, tak terhingga sepanjang masa. Ya begitu. Cinta yang bisa melepas
belenggu yang rumit tadi, bahkan bisa mengalahkan waktu, woo. Tapi cinta yang
kayak apa? Ya terserah temen-temen sih, pokok modalnya adalah kasih sayang.
Tapi jenis-jenis konsep cinta yang bisa bikin kita selamat dari Fomo kira-kira
ini:
1. Cintanya
Yuval Noah Harari.
Cinta jenis
ini, ala-ala orang liberal, katanya. Tujuannya menciptakan imajinasi kolektif.
Harari menggambarkan, dengan cara ini, kita bisa selamat bertahan dari gempuran
badai berabad-abad. Yang membantu sapiens bisa berevolusi sampai sekarnag,
menyisir jenis-jenis makhluk lain yang kalah dan punah. Btw, kapan kita punah
ya?. Mari kita mencari imajinasi kolektif selain kerja dan kekayaan, biar lepas
dari Fomo. Maen game dan bikin dunia yang adil di game boleh juga kok/
2. Cintanya
Jean Paul Sartre
Cinta jenis
ini, cinta yang saling memerdekakan. Bukan cinta ala bucin tolol begitu kira-kira.
Cinta menurut catatan Sartre, adalah saling menghargai masing-masing untuk
menuju kebebasan yang sejati. Nah, tentu di dunia kerja kita banyak terbelenggu
tetek-bengek kewajiban. Lagi, upahnya gak sesuai. Seenggaknya kita nyari “wadah
ekspresi cinta” (eksistensialisme), buat nyalurin kemerdekaan di luar dinia
kerja.
3. Cinta Ibnu
Arabi
Yow, dari dua
terjemahan cinta di atas itu, cuma cinta sesama manusia. Terjemah sempit cinta
dari epos antroposen, kata anak filsafat. Nah cinta yang ditawarin Ibnu Arabi
menarik. Dia nawarin buat merasakan cinta semesta. Cinta kosmik. Cinta terhadap
semua makhluk yang ada di dunia ini, mulai dari virus, kuman sampe ke Godzilla
antar galaksi. Cinta ini bertujuan untuk sepenuhnya mengenal siapa diri kita
sebenarnya di tengah luasnya semesta? Memperlakukan apa yang kita cintai dengan
layak. Berusaha mengenal, memahami, dan merasakan energi kasih sayang dari
setiap makhuk. Dari cacing sampe Tuhan, barangkali. Dengan cinta ini semuanya
lebur, tidak ada aku, kamu dan kita. Tapi manunggal dengan semesta. Hilang.
Asik puitis ya.
Yaya, pokok
sisianya bisa ditambahin sendiri. Karena Cuma dengan cinta ini, kita bisa
selamat. Selamat mengarungi dunia kasih sayang masing-masing dalam hidup kita.
Plis, jatuh cintalah sekali lagi. Cukup perlu satu kali kamu jatuh cinta, maka
hidupmu akan selamat. Hidupmu Hanya Akan Selamat Dengan Cinta, Bukan Menjadi
Kaya.
Komentar
Posting Komentar